Perjalanan Menuju 1 Dekade Jajandolan
Mas Win, begitu nama panggilan akrab oleh banyak orang, termasuk klien-klien saya sejak dulu. Sedikit banyak kilas balik dari saya bangun WINDESAIN di Bekasi sejak 2012. Tahun-tahun itu, memang tidak mudah bagi perusahaan-perusahaan menemukan jasa desain grafis profesional dan berpengalaman, hingga tercetuslah ide saya membuat jasa desain bulanan untuk memenuhi kebutuhan desain mereka, dengan biaya 89% per bulan dari domisili usaha/perusahaan. Anggap UMR Bekasi saat itu sekitar 1,4 juta, sedangkan rata-rata gaji desainer grafis profesional dan berpengalaman saat itu di atas UMR (sekitar 1,5-2juta / bulan).
Jika mereka memakai jasa desain bulanan dari saya, maka mereka cukup membayar 89% dari UMR per bulan, yang artinya mereka cukup menggaji saya 1,2 jutaan per bulan (belum termasuk nego, kadang juga kurang dari itu, hehe..) dengan pengerjaan saya lakukan dari rumah, atau istilah yang sering disebut oleh 'alumni Covid' adalah work from home / by remote. (makanya pas ada istilah ini saat, atau setelah Covid, saya tidak kaget, karena ya memang pekerjaan saya dari dulu juga from home, hihi..).
Tapi membangun usaha dari rumah tidak semudah yang dibayangkan seperti jaman sekarang, dimana akses internet, media promosi ,dan media sosial, tidak semudah dan sebanyak saat ini. Bayangkan, untuk akses internet sendiri, saya butuh beli modem khusus internet 200ribuan, dengan kuota paling banyak 2-4gb per bulan, itupun tidak murah. Lalu keterbatasan media promosi seperti medsos yang tidak se-masif sekarang, hingga saya masih tetap melakukan promosi sebar brosur door to door ke beberapa perusahaan di kawasan industri Cikarang, Bekasi, hingga Jakarta. Serta masih banyak lagi perjuangan mendapatkan dan meyakinkan klien untuk memakai jasa desain bulanan saya.
Tapi Alhamdulillah, tidak ada usaha yang sia-sia, walau yang pakai jasa desain bulanan sedikit, namun banyak juga yang akhirnya memakai jasa desain per project dari saya, paling banyak ya desain logo dan desain materi promosi seperti company profile dan brosur, walau terkadang juga mereka minta sekalian cetak dan saya akhirnya mencari partner percetakan untuk kerjasama.
Singkat cerita, perjalanan 2 tahun mengembangkan WINDESAIN di Bekasi sudah cukup dikenal, dan saya sudah mendapat beberapa langganan tetap dari klien seputar Jakarta dan Bekasi. Karena jenuhnya hiruk pikuk perkotaan dan biaya hidup yang tinggi juga, saya berfikir kenapa tidak saya kelola usaha ini di kampung halaman saja? Jadi bisa menikmati gaji kota, namun tetap dengan biaya hidup desa. Hingga akhirnya 2014 saya memutuskan pulang kampung ke Banyumas, sekaligus untuk menunaikan misi menempuh hidup baru, menikah.
Perjalanan Sesungguhnya Dimulai..
Ya, benar.. Bagi saya, perjalanan justru baru dimulai setelah menikah. Membuka lembaran kosong baru bersama istri. Februari 2014 kami menikah, dan tidak lama setelah itu kami memutuskan untuk ngontrak hidup mandiri pisah dari orang tua. Ya, kami sudah tidak kaget dengan kehidupan ala 'kontraktor' , karena saya waktu di Bekasi juga ngontrak, istri juga waktu kerja sebelum menikah juga sama, jadi sudah beradaptasi dan nyaman dengan kehidupan seperti ini. Walaupun adaptasi untuk menyatukan dua isi kepala dalam satu atap, banyak suka duka yang kami alami bersama.
Kami mencoba ngontrak yang agaknya tidak terlalu jauh dari orang tua di Gumelar, pun juga tidak jauh dari pusat kota Banyumas, yaitu Purwokerto (untuk mencoba peruntungan mencari klien baru di sana). Akhirnya kami memutuskan untuk ngontrak di Ajibarang. Selain untuk mencari klien desain baru di Purwokerto, kami juga memiliki hobi dan kegemaran yang sama, yaitu menjelajah berbagai kuliner dan wisata yang ada. Jadi tiap akhir pekan, kami sempatkan untuk main ke Purwokerto. Entah pasti mulainya kapan, tapi celetukan 'Jajandolan' sering kami pakai saat itu. 'Mayuh arep Jajandolan maring ngendi maning?' (ayo, mau Jajandolan ke mana lagi ?)
Sambil menyelam minum air, hobi jajandolan terpenuhi, beberapa klien lokal pun berhasil kami dapati, dan bersama beberapa klien dari Bekasi, Jakarta, dan kota lainnya kami kelola. Maaf bukan bermaksud sombong (tapi hal ini akan sama-sama kita jadikan pelajaran bersama), saat itu, satu bulan, saya berhasil mendapatkan 4-5 klien bulanan tetap. Anggap rata-rata 1 klien 1,5 jt / bulan x 4, gaji saya sudah 6-7,5 jt per bulan, ini belum termasuk kerjaan desain per project. Untuk sekedar hidup di kampung halaman, gaji segitu tahun itu sudah sangat besar.
Dengan pendapatan segitu tiap bulan, rupanya kami belum sadar dengan apa yang menjadi kesalahan saat itu, saya masih melakukan pinjaman riba, masih bekerja dengan windows dan software bajakan, serta tidak mensortir jenis kerjaan yang seharusnya bertentangan dengan syariat (seperti kerjaan desain dari tempat hiburan malam, dari bank konvensional, atau kerjaan membuat maskot atau ilustrasi yang maaf-mengumbar aurat, dll.), lalu lupa sedekah dan zakat, tidak pernah sholat di masjid, pokoknya kami tenggelam dalam nikmat, sampai penghujung akhir tahun 2015, entah bagaimana caranya, klien bulanan kami semuanya hilang, ada yang mundur tiba-tiba, ada yang tidak melanjutkan kontrak, ada yang hilang begitu saja tanpa kabar, ya bukan bagaimana caranya sih, lebih tepatnya Allah kalau sudah berkehendak, ya apapun bisa terjadi.
Bak semudah kita membalikkan tangan, nasib kami saat itu berbalik 180 derajat. Dari yang kondisi semula kami bingung mau makan apa lagi hari ini, sampai ke kondisi bingung apa yang mau dimakan hari ini, sampai di suatu titik uang sepeser pun tak ada, bahkan beras satu butir pun sudah tak ada. Kondisi ini sengaja kami rahasiakan dari orang tua, berharap kami bisa tuff dan tidak menyusahkan mereka.
Hidangan dari Allah..
Akhir tahun 2015, Saya tidak ingat persisnya kapan, tapi saya ingat waktu itu menjelang maghrib, ketika kami berdua sudah sangat lapar, namun uang sepeser pun untuk makan sudah tidak punya, beras sebutir pun tidak ada. Beruntung saat itu kami langsung menyadari ada yang salah di kami selama ini. Tak lama adzan maghrib dari masjid besar At Taqwa Ajibarang berkumandang. Jarak dari rumah sebenarnya hanya beberapa gang, namun entah selama ini kami dibutakan duniawi sehingga melangkah ke masjid saja tidak pernah. Saya pun tiba-tiba mengajak istri yang juga sedang kelaparan, 'Udah, yuk kita coba sama-sama ke masjid, jalan aja dulu yuk, siapa tahu nanti setelah sholat ada jalan.' . Istri pun manut.
Sepanjang jalan ke masjid, yang kami pikirkan hanya bagaimana kami dapat makan saat itu. Sesampainya di masjid, kami ambil wudhu, kami lalu ikut sholat berjamaah. Wah, andai masa bisa diulang, kepengen rasanya balik ke masa itu, dimana belum pernah seumur hidup merasakan sujud dalam sholat senikmat itu. Terasa sangat dekat tanpa sekat dengan Sang Maha Pencipta sambil berurai air mata. Dalam hati terus berharap, tentang do'a yang tak mampu terucap. Bahkan, laparnya saja seperti sudah tak lagi ada, hanya rasa nikmat sujud dalam sholat yang terasa.
Teras di sisi sudut kanan masjid antara tampat wudhu dibuat tempat duduk sekaligus mini pustaka tempat buku-buku islami bisa dibaca oleh pengunjung masjid. Kami berniat untuk menunggu Isya dengan duduk di sana sambil baca-baca buku. Ya bukan tanpa alasan, karena kami melihat ada hidangan beberapa kue dan makanan ringan yang tersaji di mejanya. Ternyata malam tersebut ada kajian ba'da Maghrib, dan hidangan tadi untuk jamaah yang mengikuti kajian tersebut.
Sobat pernah ngerasa kan ya, mau ambil makan tapi ngerasa ja'im campur malu, sehingga ragu untuk ngambil, nah, gitu yang kami rasakan waktu itu, karena di antara kami, juga ada beberapa jamaah yang duduk-duduk di sana juga. Dalam hati saya, ini kalau malu-malu terus, hidangan bisa habis dan malam ini kami nggak makan. Di saat beberapa jamaah sudah beranjak dari sana, saya dan istri mau mulai ambil hidangan yang jumlahnya sudah sedikit, tinggal beberapa potong kue saja.
Belum sempat kami ambil, marbot keluar dari ruang belakang mengambil tempat hidangan tadi dan membawa ke dalam. Ya Allah, Ya Rabb.. itu dalam hati kami udah mau mangkel ngalami itu, masa iya kami harus kelaparan sampai pagi? Belum tuntas su'udzon kami sama si marbot tadi, kemudian beliau kembali keluar dan membawa tempat hidangan yang tadi dengan kue dan makanan ringan yang full. Masya Allah, ternyata marbot tadi bukan hendak menyimpan, tapi hendak me-refill kue dan makanan ringan yang hendak habis.
Seingat saya, yang saya makan hanya sepotong kue bolu dan beberapa gorengan, yang kalau dinominalkan harganya nggak seberapa jika dibanding banyak makanan-makanan resto yang harganya relatif lebih mahal yang kami beli selama ini, tapi MasyaAllah setiap gigitan itu rasanya nikmat sekali. Tak terasa air mata mengalir di pipi saya, bukan air mata karena kelaparan, tapi air mata nikmat sebagai puncak syukur yang saya rasakan. Wallahi jika diingat-ingat sampai detik ini, saya masih rindu momen-momen nikmat ibadah dan syukur saat itu, dan sangat sulit untuk dirasakan kembali hingga kini.
Jajandolan yang sebenarnya..
Setelah hari itu, saya mulai perbaiki diri, sholat saya usahakan tepat waktu dan selalu di masjid. Di antara waktu sholat yang dekat, saya isi dengan membaca buku-buku ustadz. Yusuf Mansur tentang keutamaan sedekah, sampai saya hafal do'a Allahumma anta rabbi laailaahailla anta...dst. dari buku beliau. Terlepas dari bagaimana dia setelah nyemplung dunia politik dan mengubah total cara pandang saya ke beliau, saya sangat menghargai beliau sebagai salah satu mentor hijrah saya lewat buku-bukunya.
Mulai dari ibadah saya perbaiki, pekerjaan pun juga saya perbaiki. Bahkan 'ekstrim' nya saat itu, karena software nya masih pakai bajakan, saya sempat berhenti dari desain. Singkat cerita, berangkat dari dokumentasi foto dari berbagai destinasi kuliner dan wisata selama saya Jajandolan di Purwokerto dan seputar Banyumas, saya memiliki ide untuk membuat platform web untuk media promosi kuliner dan wisata lokal Banyumasan, yang bernama Jajandolan.
Dengan mengusung tagline 'Mayuh Jajandolan Banyumasan', saya coba me-review beberapa destinasi wisata dan kuliner seputar Banyumas sebisanya, lewat artikel yang saya tulis di web blog saya, jajandolan.com .
Darimana saya dapat income nya? Pasti kebanyakan dari sobat akan berfikir dari adsense yang dihasilkan dari web tersebut. Tapi bukan, idealisme saya waktu itu adalah membangun Jajandolan justru sebagai media promosi yang bisa mengangkat lokal untuk dikenal secara global, yang bebas iklan dari luar dan mengganggu kenyamanan orang saat membaca artikel. (Sobat bisa klik di sini untuk lihat tujuan saya membangun Jajandolan saat itu). Dan terkadang, saya sampai 'mengagumi diri saya yang waktu itu' dimana idealisme saya tak tergoyahkan, bahkan sampai ditelvon pihak Google Singapura untuk mengaktifkan Google Adsense dari webblog saya tersebut, dan saya menolaknya.
Balik lagi ke bagaimana cara dapat pemasukan, saya membangun jajandolan.com ini sebagai media untuk kuliner dan wisata lokal bisa beriklan di webblog tersebut dengan biaya yang sangat murah, saya hanya mematok biaya seribu rupiah sehari, atau Rp. 30.000,- per bulan, untuk kategori iklan artikel dari produk yang saya review. Jadi maaf, bukan bermaksud apapun, tapi jauh sebelum selebgram-selebgram review kuliner dan wisata lokal, saya sudah 'kenyang' duluan dengan hal ini (Jadi terkadang, saya agak gimana jika mendapati ada selebgram lokal yang 'terlalu bertingkah' dan mendebatkan senioritas, apalagi yang bertingkah terlalu komersil dan materialis hihi..maaf ya..).
Dari artikel tadi pun, saya bantu untuk share juga melalui medsos facebook dan twitter yang populer di masa itu. Teknik mencari pemasang iklan saat door to door dulu saya terapkan lagi dan Ajibarang sebagai wilayah pertama yang saya jajaki. Siapa sangka ternyata saya dapat banyak pemasang iklan dari sana dan dalam waktu kurang lebih 3 bulan, media jajandolan.com dan artikel-artikelnya terindeks di Google dengan bagus. Alhamdulillah.
Perlahan kondisi ekonomi kami membaik, walaupun tidak sebanyak pendapatan desain bulanan saya dulu, tapi saya sangat menikmati hasil dan keberkahan dari Jajandolan ini. Pelan-pelan juga saya sambil nabung dan menyusun rencana untuk beli software Adobe yang asli, dan setelah diketahui, ternyata saat itu sudah tidak bisa beli, dan harus dengan sistem berlanggan bulanan.
Akhirnya setelah saya berhasil berlanggan bulanan, saya coba mulai lagi pekerjaan desain sambil memfilter jenis pekerjaan desain yang masih diperbolehkan sesuai dengan syariat. Singkat cerita, kurang lebih hingga 2017-2018, ketika saya kembali disibukkan dengan desain, terutama setelah saya pindah ke Purwokerto, project Jajandolan.com mulai terbengkalai.
Satu hal yang amat sangat saya sesali hingga sekarang adalah domain jajandolan.com yang tidak saya keep untuk diperpanjang, hingga masa kepemilikannya berakhir dan akhirnya dibeli orang. Bahkan akun Instagramnya pun karena username nya saya ganti, akhirnya melayang dipakai oleh orang yang sama, yang membeli jajandolan.com
Boleh dikatakan saya vakum lama dari reviewer kuliner dan wisata, dan di tengah vakum saya, selebgram yang me -review kuliner dan wisata lokal mulai bermunculan. Tanpa tendensi apapun, saya hanya mencoba berfikir semua ada masanya, dan saya sadar sekali hal itu. Maka dari itu saya merelakan Jajandolan dan kembali fokus di desain grafis, dan sejak 2019, saya mulai fokus mengembangkan jasa pembuatan animasi untuk promosi, WINDESAIN sejak itu saya ganti menjadi ANIMMOSI Creative Studio Purwokerto (ANIMMOSI berasal dari kata ANIMASI dan PROMOSI), apalagi sejak saya dan istri fokus progam hamil dimana kami sudah lama menikah sejak 2014 belum juga dikaruniai anak, Alhamdulillah di 2019 kami berhasil promil dan putra kami lahir. Sejak daat itu kami fokus untuk kerja yang ada dan mengurus anak.
Balik Jajandolan lagi..
Sebenarnya, walau sudah vakum dari media jajandolan.com ,secara hobi dan kegemaran, kami tidak berhenti ber-jajandolan-ria. Soalnya kali ini kian lebih seru bersama anak. Saya mulai melirik dan tertarik dengan dunia per-youtube-an, walaupun nyemplungnya agak telat, saya coba dokumentasikan rapi perjalanan kami bersama anak di channel Youtube Ahnaf Story sejak 2021. Namun ya karena pembagian waktu antara ngedit video dan pekerjaan desain atau animasi masih sulit, akhirnya project ini juga masih belum maksimal.
Baru, sejak 2023, sejak kami memiliki kendaraan bajaj dan terinspirasi oleh channel Youtube Embun Pagi 57 milik mas Ulil, dan atas dorongan semangat oleh mas Ulil juga setelah kita ada kesempatan bertemu, saya akhirnya memutuskan untuk mengaktifkan kembali Jajandolan lewat platform Youtube. Dan sebagai media pendukung promosi channel YouTube, saya juga kembali merambah ke medsos seperti Facebook, Instagram, dan Tiktok lewat cakupan project yang lebih luas, JAJANDOLANESIA, sebagai bentuk pencapaian terbesar kita-mudah-mudahan agar bisa Jajandolan ke berbagai penjuru Indonesia.
Cerita asal mula kami mulai ngonten Jajandolan dengan naik bajaj akan saya ceritakan di lain waktu dan di lain artikel, karena artikel ini saja sudah cukup panjang, hehe.. Namun, dengan dihidupkannya kembali Jajandolan lewat channel Youtube, saya berharap Allah kembali memberi miracle dan kesuksesan dalam hidup saya sekarang, lewat media Jajandolan, seperti hampir 10 tahun yang lalu Allah titipkan Jajandolan ini ke saya.
Pencapaian saya, mudah-mudahan tepat 1 dekade, di Desember 2025 mendatang, channel Youtube ini bisa sesukses channel - channel Youtuber terkemuka di Indonesia, dan Jajandolan ini bisa berkembang sebagai media besar dan bisa bermanfaat bagi banyak orang, khususnya bagi para UMKM lokal. Media web Jajandolan.com mungkin sudah milik orang, tapi saya berani mengklaim kalau saya adalah pioneer pertama pencetus Jajandolan, dan lewat domain jajandolan.id saya coba hidupkan kembali website ini sebagai media pendukung tambahan, sekaligus sebagai saksi perjalanan Jajandolan.
Menuju 1 dekade Jajandolan nanti, hingga kini saya mulai melihat perkembangan Channel Youtube Jajandolan yang terus meningkat. Sebagai awal dan nggak muluk-muluk, mudah-mudahan di usia Jajandolan yang ke 9 tahun, di akhir Desember 2024 ini, channel Jajandolan bisa tembus 1.000 subscriber dan 4.000 jam tayang. Aamiin.. dan di Desember 2025 nanti, tepat 1 Dekade Jajandolan, mudah-mudahan bisa tembus 1juta, bahkan 10juta Subscriber. Aamiin Ya Rabbal 'alamin..
Purwokerto, 25 Desember 2024,
Erwin Septyawan, Owner Jajandolan
Comments
Post a Comment